BATAM, sidikkriminal.co.id – Aktivitas pembuatan kapal berbahan fiber berbagai ukuran diduga tidak berijin lengkap, masih terlihat bebas beraktivitas di kawasan Tanjung Riau, Kecamatan Sekupang, Kota Batam pada Rabu (12/3/2025).
Ketika awak media melintasi di jalan Tanjung Riau, Kota Batam, nampak jalan tanah yang mencurigakan terlihat pagar seng dilokasi itu dan nampak orang yang keluar dari dalam . Awak media langsung mendekat dilokasi yang dipagar seng itu. Sebuah kegiatan pembuatan kapal jenis fiber persis di bibir pantai di kelilingi oleh hutan lindung tak jauh dari pekuburan.
Lokasi pembuatan kapal berbahan fiber itu dekat pemukiman warga itu menimbulkan bau yang tidak sedap, bahan kimia dari lokasi itu begitu terasa di hidung. Hal itu turut diperparah dengan debu fiber yang dihasilkan dari lokasi itu, tentu saja kondisi itu bisa menggangu pernapasan warga sekitar. Efek samping yang dihasilkan sangat tidak ramah bagi lingkungan sekitar.
Awak media mencoba mengkonfirmasi para pekerja terkait kegiatan usaha pembuatan kapal berbahan fiber itu, namun sangat disayangkan, para pekerja mengaku tidak mengetahui tentang ada dan tidaknya perijinan.
“Saya kurang tau pak, ada ijin atau tidak, saya baru kerja disini. Langsung tanya bosnya aja, sekitar jam 3 nanti balik sini lagi,” ucap pekerja.
Kembali ke lokasi pemilik usaha belum ada info lagi, kita mencoba untuk menghubungi untuk meminta konfirmasi kembali.
“Saya lagi sibuk pak, ada tetangga yang kemalangan,” jawab pemilik usaha dihari itu.
Pembuatan kapal fiber yang yang diduga tidak lengkap perijinan itu dapat melanggar peraturan perundang-undangan.
Penjelasan.
Kapal fiber glass atau FRP (fibreglass reinforced plastics) merupakan kapal serat glass yang terbuat dari bahan ringan.
Proses produksi kapal fiber glass menggunakan bahan kimia berbahaya dan alat-alat mekanik yang berisiko bahaya.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pernah berencana melarang pengoperasian kapal angkutan berbahan fiber karena dianggap berbahaya.
Perlu diketahui, kegiatan pembuatan kapal fiber ini ditengarai sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), khususnya yang terkait dengan peraturan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
Dalam Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dijelaskan bahwa kegiatan pembangunan harus memiliki Ijin Usaha, Pengintegrasian Ijin Lingkungan, Tim Independen yang akan melakukan penilaian dokumen Amdal, Pengujian Amdal juga melibatkan masyarakat terdampak, Penetapan Kriteria Usaha dan atau kegiatan berdampak penting serta integrasi ijin PPLH dan Amdal ke dalam dokumen lingkungan.
Tim media akan melanjutkan konfirmasi ke Dinas terkait mengenai aktivitas yang ada dilokasi dibalik pagar seng itu.
( Team )