CIREBON, sidikkriminal.co.id – Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang merangkap jabatan sebagai perangkat desa tengah menjadi sorotan publik. Fenomena ini menimbulkan kontroversi, terutama terkait dengan potensi benturan kepentingan yang dapat terjadi antara dua peran tersebut.
Dugaan seorang pendamping PKH di Desa Kalianyar, berinisial Dd, diketahui merangkap jabatan sebagai Kaur Keuangan sejak beberapa bulan terakhir.
Dd diketahui memiliki tanggung jawab untuk mendampingi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan memastikan bantuan sosial sampai tepat sasaran yang jelas tidak diperbolehkan rangkap jabatan,
Namun, dengan posisinya sebagai perangkat desa, Dd juga terlibat dalam pengelolaan administrasi desa serta pelaksanaan berbagai pengelola keuangan desa,
Kasus ini memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa warga menganggap merangkapnya jabatan tersebut berpotensi membawa dampak positif, seperti mempercepat koordinasi antara program pemerintah desa dengan bantuan sosial PKH.
Namun, banyak juga yang khawatir tentang potensi konflik kepentingan. Sebagai pendamping PKH, Dd bertugas untuk memastikan bantuan sosial diberikan kepada mereka yang layak sebagai penerima manfaat.
Tetapi, sebagai Kaur Keuangan, Dd juga terlibat dalam kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa ( ADD ), yang bersumber dari APBN,APBD dan PEMPROV Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidaktransparanan dan penyalahgunaan wewenang.
Dd diduga menjadi pendamping PKH sudah lama keluar Surat Keputusan (SK) terbaru pada bulan januari 2024 lalu, sedangkan pada saat dilantik, sebagai perangkat desa pada tanggal 09 Maret 2024 di desa Kalianyar, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 51 ayat (1) huruf b melarang perangkat desa merangkap jabatan.
Selain itu, ada beberapa peraturan lain yang mengatur tentang larangan perangkat desa merangkap jabatan,
seyogyanya BPD harus lebih jeli dalam hal ini kenapa meloloskan dan memberi rekom saudara Dd untuk masuk kedalam pemerintahan Desa sedangkan dalam peraturan dilarang pendamping PKH merangkap jabatan.
dan pihak kecamatan dalam hal ini camat panguragan terkesan membiarkan dan merekomendasikan saudara Dd diangkat menjadi Perangkat Desa padahal sudah jelas peraturanya bahwa pendamping PKH tidak diperbolehkan merangkap jabatan.
Kasus pendamping PKH yang merangkap jabatan sebagai perangkat desa ini menjadi peringatan bagi pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap integritas dan transparansi dalam pengelolaan bantuan sosial serta kebijakan desa.
Masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara efisiensi dan akuntabilitas agar program bantuan sosial dapat berjalan dengan maksimal tanpa menimbulkan potensi konflik kepentingan yang merugikan warga desa.
(Tim)