DaerahHukum & Kriminal

Manipulasi Izin Kasus Stockpile Batu Bara Pelindo Ingkar, Pemkot Cirebon di Kadali atau Ikut Main?

135
×

Manipulasi Izin Kasus Stockpile Batu Bara Pelindo Ingkar, Pemkot Cirebon di Kadali atau Ikut Main?

Sebarkan artikel ini
banner 728x90

KOTA CIREBON, sidikkriminal.co.id – Proses hukum kasus stockpile batu bara di Pelabuhan Cirebon kembali menyingkap tabir permainan yang kian beraroma busuk. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Cirebon, Rabu 8 Oktober 2025, muncul kesaksian yang mempertegas dugaan adanya manipulasi izin dan pembiaran lingkungan yang melibatkan PT Pelindo Cirebon dan PT Terbit Jaya Selaras Energi (TJSE), sementara Pemkot Cirebon terlihat diam, seolah dikadali atau sengaja membiarkan.

Sidang yang dipimpin majelis hakim tersebut menghadirkan dua saksi, Nano dan Udi, yang memperkuat gugatan warga Tuan Nurdin, melalui kuasa hukumnya A. Furqon Nurzaman, S.H.

Keduanya bersaksi bahwa debu batu bara dari area stockpile menyebar pekat hingga ke permukiman, menyebabkan gangguan kesehatan warga pada pernapasan dan bahkan membuat penggugat harus menjalani perawatan medis akibat ISPA.

“Debunya sampai ke rumah-rumah, ke tempat tidur, ke makanan. Ini bukan sekadar kotor, ini sudah mencemari hidup kami,” ungkap salah satu saksi dengan nada getir.

Kesaksian ini menambah daftar panjang fakta yang sebelumnya diungkap dua saksi lain sebelumnya yaitu Jamal, warga Panjunan, dan Harry Saputra Gani, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, dalam sidang 1 Oktober 2025.

Saksi Jamal mengungkap fakta, Ia mengaku pernah mendatangi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon untuk mengonfirmasi persoalan ini dan menuturkan bahwa warga hanya menandatangani izin untuk aktivitas transit batu bara, bukan penumpukan (stockpile).

Namun entah bagaimana, izin stockpile justru bisa keluar dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon.

“Ironis dan mengagetkan. Kami hanya menyetujui transit, bukan penumpukan. Tapi tiba-tiba izin stockpile keluar. Dari DLH?” ujarnya dengan nada tajam.

Tak berhenti di situ, Jamal juga mengungkap bahwa PT Pelindo Cirebon dan PT TJSE sempat menawarkan kompensasi kepada warga, yang ditolak mentah-mentah.

“Ini bukan soal santunan yang dibungkus bernama kompensasi agar bungkam. Ini soal kebohongan izin yang dibuat seolah legal,” tegasnya.

Sementara itu, Harry Saputra Gani, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, menegaskan bahwa sejak 2015 dirinya sudah mengawal serta menyoroti aktivitas stockpile batu bara yang melanggar aturan dan mencemari lingkungan. Bahkan telah memberikan rekomendasi keras kepada Pemkot Cirebon dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk menghentikan aktivitas itu.

“Debu hitam itu bukan sekadar isu. Itu racun yang dihirup setiap hari,” tandasnya.

Namun, alih-alih menghentikan, Pelindo justru melanggar pernyataannya sendiri. Dulu mereka berjanji akan menutup aktivitas stockpile di wilayahnya, tapi faktanya lahan Pelindo justru tetap saja disewakan untuk hal yang sama.

Fakta-fakta yang terkuak di persidangan ini menampar logika publik. DLH Kota Cirebon tampak menutup mata terhadap polusi, dampak kesehatan, dan dugaan manipulasi izin.

Pertanyaannya kini menggantung di udara. Apakah Pemkot Cirebon benar-benar dikerjai oleh permainan licik korporasi, atau justru ikut bermain dalam pusaran ini?

Kuasa hukum penggugat, A. Furqon Nurzaman, S.H., menegaskan bahwa ini bukan sekadar persoalan polusi atau kelalaian administratif.

“Ini soal kebohongan sistematis. Izin dimanipulasi, warga dirugikan, dan pemerintah seolah diam. Ini bukan sekadar pencemaran udara, tapi penghianatan,” ujarnya usai sidang.

Kini publik menunggu langkah dari majelis hakim. Apakah berani memutus berdasarkan nurani dan fakta, atau tunduk pada tekanan permainan lama yang telah berakar sejak 2014 silam tentang permainan yang menodai wajah hukum dan lingkungan di Kota Cirebon, karena diamnya Pemkot bukan netralitas. Bisa jadi itu tanda kalah atau tanda ikut bermain.

 

(Dadang)

banner 970x250
error: Content is protected !!