KABUPATEN INDRAMAYU, sidikkriminal.co.id – Pemanfaatan tanah bengkok atau titisara milik Desa Tegal Mulya, Kecamatan Kerangkeng, Kabupaten Indramayu, diduga kuat disalahgunakan dan dialihfungsikan menjadi lahan urugan untuk kepentingan proyek PT Mahakarya Naggrue Kreasi. Tanah yang berlokasi di Blok Widara tersebut disebut-sebut dijualbelikan secara bebas oleh oknum kuwu berinisial S, sehingga memicu keresahan masyarakat. Kamis, (13/11/2025).
Informasi yang dihimpun, tanah sawah yang berstatus sebagai aset desa itu dijadikan sumber material urugan untuk proyek tingkat provinsi milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan.
Material tersebut kemudian dipasok oleh pihak PT Mahakarya Naggrue Kreasi untuk memenuhi kebutuhan proyek yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta.
Status Tanah Desa Tidak Boleh Diperjualbelikan.
Mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tanah desa merupakan aset milik bersama warga yang tidak dapat diperjualbelikan, tidak dapat dijadikan jaminan, dan harus dipergunakan untuk kepentingan masyarakat.
Hal ini diperkuat dengan ketentuan mengenai perlindungan lahan pertanian dalam UU Nomor 41 Tahun 1999, yang menegaskan bahwa setiap perubahan fungsi lahan sawah menjadi nonpertanian wajib memenuhi persyaratan ketat serta harus mendapatkan izin dari pihak berwenang.
Beberapa karakteristik yang melekat pada tanah desa antara lain:
Tidak dapat diperjualbelikan secara bebas, karena merupakan aset kolektif warga desa.
Tidak dapat dijadikan agunan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Harus digunakan untuk kepentingan masyarakat, seperti pertanian, perikanan, fasilitas desa, atau kegiatan sosial.
Dengan demikian, setiap bentuk transaksi atas tanah desa, apalagi penjualan, dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang.
Sumber warga menyebutkan, penggunaan tanah bengkok Desa Tegal Mulya untuk kepentingan proyek urugan dilakukan tanpa transparansi dan tanpa persetujuan masyarakat.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa oknum kuwu S telah menyalahgunakan kewenangan dengan memperjualbelikan tanah desa secara ilegal.
“Tanah itu milik desa, bukan pribadi. Kalau benar dijual untuk proyek, itu sudah jelas menyalahi aturan,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Potensi Pelanggaran Administratif dan Hukum.
Pemanfaatan tanah desa untuk proyek kementerian tanpa prosedur yang benar menimbulkan sejumlah persoalan hukum, antara lain:
Perizinan penggunaan tanah: Apakah proyek KKP telah memperoleh izin resmi dari pemerintah desa dan pemerintah kabupaten?
Kompensasi kepada petani atau penggarap: Apakah ada ganti rugi yang layak bagi pihak yang selama ini memanfaatkan lahan tersebut?
Dampak lingkungan: Aktivitas penggalian tanah dalam jumlah besar berpotensi merusak ekosistem dan merubah kontur lahan.
Kepentingan masyarakat lokal: Penggunaan aset desa harus mengedepankan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Jika benar terjadi penggunaan tanah tanpa izin dan proses yang sah, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum serta berpotensi menimbulkan konflik sosial di masyarakat.
Perlu Investigasi dan Transparansi.
Penggunaan tanah desa untuk kepentingan publik sebenarnya dimungkinkan, seperti untuk pembangunan infrastruktur atau fasilitas pemerintah.
Namun prosesnya harus dilakukan secara transparan, adil, dan melibatkan masyarakat desa.
Kasus dugaan penjualan dan pemanfaatan tanah bengkok Desa Tegal Mulya ini mendorong harapan warga agar pemerintah kecamatan, kabupaten, hingga aparat penegak hukum melakukan investigasi menyeluruh.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak desa, Kecamatan Kerangkeng, maupun PT Mahakarya Naggrue Kreasi belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penyalahgunaan aset desa tersebut.
(Red)













